Feromonku, Bau Rumahku


Memandangi pesawat yang melandas di depan hanggar selama beberapa waktu membutku tak percaya bahwa aku benar benar akan pulang. Perasaan melegakan, itulah yang terlewat dipikiranku saat memasuki kabin pesawat bermaskapaikan JAL yang notabene merupakan maskapai kebangaan orang Jepang. Bukan orang yang beruang, hanya sebuah keberuntungan mendapat potongan setengah harga dari "tiket.com" karena dampak jatuhnya Pesawat Lion Air JT610 beberapa waktu silam. Itu juga yang membuatku akhirnya bisa membeli tiket untuk pulang ke rumah, ke Niigata, setelah 2 tahun berpisah. Sedikit tips bagi kalian yang ingin bepergian ke luar negeri dengan biaya minim, carilah promo pesawat saat ada kejadian yang menghebohkan dunia penerbangan atau pesanlah tiket kursi gratis dari Air Asia, walaupun tanpa diberikan muatan bagasi dan tanggal keberangkatan yang pasti.


Bau yang mengingatkanku pada rumah. Aku merasa memiliki ingatan akan rumahku yang lain. "Ini sangat bau kejepang-jepangan", batinku. Entah dari mana bau itu berasal, tapi aku merasa teringat kembali akan memoriku setahun di Jepang. Bau selimutku, bau bantalku, bau kamarku, bau rumahku, dan bau Jepang seakan teringat saja ketika memasuki kabin pesawat. Rasa rindu itu seakan sudah sedikit terobati. 7 jam perjalanan dengan angan-angan bayangan akan hal yang  pikiran membuat lama terasa cepat, apalagi dengan ditemani film-film terbaru yang bisa dengan eksklusif ku tonton di layar monitor.

Lepas mendarat di Narita pukul 4 sore, aku dan kakakku langsung melanjutkan perjalanan menuju Tokyo dengan shuttle bus yang memakan waktu sekitar satu jam. Gedung-gedung pencakar langit dan gemerlap lampu-lampu kota tampak begitu menawan. Namun, itu semua masih belum membuat rasa rinduku lepas sepenuhnya. Kerumunan orang di St. Tokyo memang membuat rasa panik muncul. Bagaimana tidak, sudah 2 tahun aku pulang ke Indonesia dan rute kereta di Tokyo yang sangat rumit sedikit membuat kami berdua sedikit cemas, apalagi jadwal di Jepang sangatlah presisi. Kami berdua membeli tiket Shinkansen untuk PP dan membeli 1 day JR-pass ticket untuk disimpan di hari terakhir kami di Tokyo. Niigata terletak di sebelah atas Tokyo sekitar 600km ke arah barat laut. Dengan kecepatan shinkansen, hanya butuh 2,5 jam untuk sampai ke Niigata. Bayangkan saja jarak Surabaya - Jakarta hanya ditempuh selama 2,5 jam, maka 1 juta rupiah untuk itu terasa murah.

Sampainya di Niigata, kami berdua menunggu di depan stasiun untuk dijemput. Berbeda dengan suhu Tokyo, angin malam di Niigata sangatlah tidak bersahabat, dinginnya bukan main. Setelah menunggu sekitar 10 menit, akhirnya ku dengar suara anak kecil meneriakkan namaku dari kejauhan. Dua adikku dengan raut bahagia menghampiriku dan langsung memelukku. Aku merasa ini seperti mandi air panas setelah berjam-jam berada di luar saat bersalju; melegakan. Papa telah menunggu di Mobil dan akhirnya kita langsung menuju ke rumah.

Niigata tak berubah sedikitpun. Hanya saja waktu itu terasa nuansa kota yang lebih terang dan gemerlap. Suasana natal masih terasa kental walaupun sudah hampir memasuki bulan Februari.
Melewati jalan yang biasanya kulewati saat berangkat sekolah melalui stasiun juga sangat melegakan. Terasa terlintas ingatan yang rasanya sempat menghilang sementara. Beruntung aku rasanya masih bisa menyetel kembali memori kehidupanku dulu disini yang nyaris saja hilang. Kafe dan restoran pizza di sudut perempatan jalan tempat aku dan teman-temanku biasa kesana ternyata masih ramai juga; tak berubah. Suara sirine lampu hijau pejalan kaki, uap masakan dari warung izakaya, rombongan anak SMA yang baru saja pulang, dan keramahan nenek-nenek di sepinggiran jalan akhirnya bisa kulihat dan kurasakan sekali lagi. Sungguh bahagia.

Tiba di rumah, aku dan kakakku disambut Mama dan adik terkecilku dengan makanan yang berlimpah, bahkan jenis masakannya tak bisa kuingat semuanya, saking banyaknya.

The smell. Yep, bau yang kubicarakan tadi ternyata terasa lebih nyata disini. Bau rumah yang sesungguhnya. Entah kenapa aku baru sadar ternyata bau rumah sangat melegakan. Bukan tentang seberapa bagus dan megahnya rumah, tapi bau rumah sudah membuatku nyaman disini. Kukira feromon hanya berlaku bagi manusia lawan jenis, ternyata aku jatuh cinta dengan bau sebuah benda bernama rumah. Baunya khas, tak dijual dimanapun, asalnya pun juga tak jelas. Untuk menciumnya saja butuh kesabaran. Untuk itu kugunakan waktu sepuas-puasnya untuk merasakan sensasi ini. Akhirnya aku merasa kembali, tersejukkan oleh kehangatan keluarga dan lepasnya kerinduan akan bau; bau rumah.


Comments

Popular Posts