3 Kesalahan Kuliah di PKN STAN

Membaca judul di atas saja udah kerasa ngeri di pikiran,kan? Apalagi kalo sampai kedengeran Pak Direktur, bisa jadi apa nih saya. Tapi disini saya hanya akan memberi saran akan pengamatan yang saya lakukan akhir-akhir ini.

Saya yang baru 1 semester disini aja udah sering bertanya - tanya "apa kuliah di PKN STAN ini udah bener apa belum sih?" apalagi buat senior-senior yang udah bertahun-tahun disini dan saya merasa ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dibenahi di kampus ini.

Mohon maklum yaaa saya disini baru mahasiswa baru yang pikirannya masih belum seratus persen matang.Jadi this is just part of my point of views.

Awal masuk di kampus ini udah terasa sekali aroma persaingan dan ketatnya peraturan disini. Gak bisa disalahin juga-lah emang sekolah kedinasan emang harus seketat ini aturan dan pengawasannya biar bisa mencetak ASN yang bermutu harapannya. Namun semakin kesini berjalannya waktu, terasa banyak masalah yang terjadi khususnya melibatkan mahasiswa baru, dosen, dan direktur.

Intinya itu dari semua itu hanya satu : ketidakdewasaan. Ketidakdewasaan mahasiswa dalam menanggapi suatu hal yang baru karena  mahasiswa baru masih belum bisa berpikir matang dalam menindaklanjuti hal yang baru mereka alami, yang mereka anggap menyimpang. Juga dosen yang kurang memberi pemahaman secara holistik dan direktur yang terlalu reaktif dalam menyikapi satu hal yang beliau anggap tidak cocok membuat situasi perkuliahan di PKN STAN semakin 'hangat'.

Menurut saya ada 3 kesalahan yang terjadi di perkuliahan disini dan patut dikoreksi, yaitu :

1. Berada di dalam ketakutan.

Tidak bisa dipungkiri ancaman DO sudah menjadi momok yang mengerikan bagi mahasiswa di PKN STAN. Segala cara yang 'halal' dilakukan agar menjauhkan diri dari kata-kata DO. Namun kata-kata 'DO' yang telah menjadi ancaman ini malah membuat mahasiswa menjadi hidup dalam ketakutan. Memang banyak dosen-dosen yang memotivasi muridnya tentang "Pelaut yang handal berasal dari ombak yang ganas." Itu bukanlah sesuatu yang salah, bahkan bisa melewati pekerjaan di bawah tekanan adalah hal yang hebat; patut dipelajari.
Namun, jika mahasiswa yang baru saja memasuki perkuliahan sudah merasakan ancaman dan ketakutan yang sedemikian besar apakah mungkin seorang mahasiswa bisa bebas belajar dengan penuh rasa senang? Penuh dengan rasa suka dalam belajar? Dan menikmati setiap perkuliahan atau kegiatan pembelajaran di dalam/luar kampus?

Biasanya seseorang yang berada dalam ketakutan pasti berusaha dengan segala cara agar dirinya bisa selamat dan keluar dari ketakutan. Tetapi apakah cara tersebut bisa dikatakan bijaksana dan memberi dampak positif bagi orang-orang yang di sekitarnya juga?

Bagi kalian mahasiswa yang sudah merasakan atmosfer-atmosfer persaingan yang ketat dan aroma pertemanan yang hanya sebatas karena kebutuhan... Semoga kalian bisa melewatinya tanpa stress ya :)

2. Tiada motivasi selain lulus dan SK Penempatan yang bagus. 

Setiap mahasiswa pasti ingin lulus dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Tapi mahasiswa yang 'benar-benar'  mahasiswa pasti juga berharap selama berkuliah di kamlus mereka bisa mendapatkan pengalaman baru, ilmu-ilmu baru yang tidak bisa terulang di masa depan setelah lulus.

Lumrahnya pasti mahasiswa menginginkan relasi yang luas, pertemanan yang erat, dan pengalaman berorganisasi yang tak terlupakan. Namun tampaknya deskripsi yang saya sampaikan tadi hanya bagi beberapa mahasiswa di PKN STAN. Bahkan, kosakata kupu-kupu,  apatis dan ngambis sudah menjadi kata yang setidaknya terdengar sekali tiap harinya.

Tujuan sebagian besar mahasiswa disini adalah lulus dengan IPK tinggi dan mendapatkan penempatan yang baik, sesuai dengan keinginannya. Stigma korelasi IPK bagus dan penempatan di Pulau Jawa sudah menjadi doktrin bagi sebagian besar mahasiswa untuk menjadi motivasi belajar. Alhasil, yang mereka lakukan hanyalah belajar,belajar,dan belajar.

Ada pernah sekali waktu saya makan di kantin dan kebetulan saya berada di sekumpulan mahasiswa jurusan n0n-BeChe(sengaja tidak saya sebutkan detil jurusab apa karena bc adalah jurusan paling outlier) dan saya terheran-heran karena di kantin saat mereka seharusnya beristirahat, makan, dan menjernihkan pikiran malah mereka gunakan untuk membahas soal dan perhitungan IPK yang sebenarnya bisa dibahas kapan waktu.

Dan come on ipk itu bukan segala-galanya brooo. Penempatan pun itu juga bukan segala-galanya. Mindset seperti inilah yang membuat pola pikir sebagian mahasiswa semakin sempit dan tidak berkembang.

Coba saja kalau penempatan setelah lulus itu tidak dilihat dari IPK melainkan dari rekam jejak pengalaman di kampus, pasti mahasiswa akan lebih semangat dalam mengabdi dan berkarya dalam komunitas, lebih berkembang nilai sosialnya.

3. Lack of humility, curiousity, and emphaty course.

Nah ini yang paling penting. Tujuan kita kuliah di PKN STAN ini ya cuman diproyeksikan buat jadi pegawai negeri, khususnya Kememkeu dan mitra Kemenkeu. Sekolah ini kan namanya sekolah vokasi, politeknik yang memiliki ikatan dinas dengan tapi kenapa tidak pernah diberikan pendidikan tentang apa yang terjadi dalam kantor? Apalagi bagi mahasiswa yang d1, hanya 1 tahun saja menimba ilmu disini.

Kebanyakan dari anak-anak milenial ini masih labil, belum dewasa, belum bisa menerima kesalahan, belum bisa memahami pemikiran atasan, belum bisa berpikir lebih jauh atas tindakan ceroboh yang dilakukan.

Sebagai mahasiswa yang kelak akan menjadi pegawai dan pelaksana di kantor, nilai kerendahan hati, keingintahuan, dan empati seharusnya menjadi materi yang utama diberikan di capacity building dan/ atau di leadership training; bukannya PBB atau ketahanan fisik. Memang sih ada esensi dari pemberian materi PBB, ketahanan fisik, dan mental, namun kaitannya dengan perkuliahan dan proyeksi di pekerjaan kantor apa?

Mungkin saya belum belum tahu kehidupan kantor kelak  seperti apa, tapi setidaknya kita tahu kehidupan di kantor itu bagaimana, hubungan antara atasan dan bawahan seperti apa, cara mengatasi konflik itu bagaimana, dan mengambil keputusan yang penuh empati itu seperti apa.

Pelajaran untuk mengetahui kesalahan, meminta maaf, dan melakukan pengamatan lanjutan untuk memperbanyak pengetahuan dan menggali empati seharusnya menjadi mata kuliah yang utama untuk mencetak pegawai muda yang kompeten

Kampus pun harus melihat mahasiswa sebagai insan yang butuh perkembangan diri dan pikiran, dianggap sebagai aset masa depan yang harus dirawat dan dikembangkan serta dibuat nyaman bahagia dalam belajar dan bekerja.

Salah jika kita hanya dididik seperti robot yang hanya dipintarkan dan dibuat menuruti arus-arus yang ada. Mahasiswa harus lebih bisa dewasa dan memahami keadaan sekitar lebih komprehensif. Kurikulum yang ada harus dirombak dan ditambahkan materi-materi seperti ini agar tidak terjadi lagi kegaduhan seperti yang terjadi akhir-akhir ini.



Ya itulah yang menjadi hasil pengamatan saya selama 6 bulan berada disini.
Tulisan ini saya buat menurut sudut pandang saya, apabila ada yang ingin mengoreksi dan menambahkan,saya silahkan untuk menyampaikannya lewat kolom komentar.


Comments

Popular Posts